Kota Yang BerETIKA
01.08
Dimensi modern sebuah negara tidak lepas dari peran kota sebagai sentralisasi "commuter" aktivitas publik. Hampir sebagian aset negara terkonsentrasi di belahan wilayah ini. Kini peran kota tidak hanya menjadi suatu khasanah pusat pelayanan publik semata, karena fungsinya yang kian mengalami perubahan. Siklus aktualisasi di kota tentunya akan mengimbangi pola perkembangan mode masyarakat kota serta perilakunya secara up to date. Lagi-lagi pengelola ruang publik dan kebijakan kota perlu menindaklanjuti sentimen kaum sipil untuk bisa hidup tenang di tengah-tengah laju aktivitas kota yang tinggi. Bukan hal yang mudah memang menanggapi komplain berjubel, tantangan inilah yang menjadi sumber pengelola infrastruktur kota untuk menekan pikirnannya guna mendapatkan solusi.
ETIKA dan KOTA
Mungkin terlalu jauh menyambungkannya, karena secara definisi sudah berbeda. Tapi, alangkah sejenak kita pikirkan sedikit masalah layanan publik di kota yang sering kita temui; Saat anda mengendarai mobil atau motor pasti anda akan merasa sedikit gerah dengan ulah "nylonong" beberapa pengemudi di depan anda, belok tanpa lampu sen, SMSan sambil mobile? dan masih banyak lagi. Itulah sedikit gambaran tentang masih rulalnya masyarakat kota di negeri ini, mereka masih harus banyak belajar dan menjadikan habit kota sebagai alam kehidupan mereka sehari-hari nantinya. Tentunya pembelajaran yang berlandaskan etika dan dasar-dasar bagaimana menghargai perkembangan lingkungan, dan menciptakan hubungan simbiosis mutualisme yang menimbulkan harmoni bagi kota. Isu etika kota erat dengan bagaimana seorang baik individu maupun kelompok berinteraksi dengan dunia infrastruktur sosial yang ada di suatu kota baik yang sifatnya abstrak maupun konkret.
Adalah sebuah aturan (law) yang diciptakan guna mengawal esensi etika dalam berkehidupan di kota. Aturan sebagai tindak sanksi atas suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan pada umumnya, dan menimbulkan perbedaan persepsi di masyarakat, haruslah menjadi dasar bagaimana sebuah masyarakat kota yang beretika itu terbentuk. Memang sifat aturan itu menekan dan memaksa, sehingga diharapkan dari tekanan itulah seseorang atau kelompok menjadi sadar. Butuh waktu yang panjang memang, untuk mengkondisikan suatu aturan menjadi sebuah kebiasaan dalam beretika, alih-alih menciptakan kenyamanan bagi kepentingan umum.
Etika dan kota diarahkan sebagai sebuah gambaran bahwa segala sesuatunya memiliki aturan dan dasar yang jelas.
Mengapa traffic light dibuat?
Mengapa zebra cross harus ada?
Mengapa seat belt mobil itu harus dipakai?
Mengapa tempat sampah itu ada di tempat umum?
Mengapa dilarang merokok dalam sebuah gedung atau kendaraan ber-AC?
Mengapa harus antre jalan saat lampu merah?
Mengapa halte bus itu dibuat?
Mengapa kita harus menjaga kebersihan lingkungan umum?
Mengapa tidak boleh berjualan di pedestrian?
Mengapa dan mengapa...
Adalah sebuah jawaban dari mengapa sesuatu diciptakan dan dilakukan, semuanya pasti mengarah pada tujuan yang sifatnya positif. Inilah sebuah dasar bagaimana etika itu diciptakan dan diberlakukan. Namun, kadang maksud dan tujuan dari etika ini diselewengkan dengan alasan terlalu berlebih, memang kepentingan orang yang satu dengan yang lain berbeda, tapi dalam hal beretika dan mentaati aturan umum dalah tugas seluruh masyarakat, tidak mengenal status apapun, karena aturan etika dibuat untuk kepentingan bersama. Baik mobil, motor, sepeda, pegawai, anak sekolah, tukang sapu, pedagang, mereka punya kepentingan tersendiri dalam hal memenuhi kebutuhan mereka, tetapi sangat disayangkan apabila etika terabaikan.
ETIKA dan KOTA
Mungkin terlalu jauh menyambungkannya, karena secara definisi sudah berbeda. Tapi, alangkah sejenak kita pikirkan sedikit masalah layanan publik di kota yang sering kita temui; Saat anda mengendarai mobil atau motor pasti anda akan merasa sedikit gerah dengan ulah "nylonong" beberapa pengemudi di depan anda, belok tanpa lampu sen, SMSan sambil mobile? dan masih banyak lagi. Itulah sedikit gambaran tentang masih rulalnya masyarakat kota di negeri ini, mereka masih harus banyak belajar dan menjadikan habit kota sebagai alam kehidupan mereka sehari-hari nantinya. Tentunya pembelajaran yang berlandaskan etika dan dasar-dasar bagaimana menghargai perkembangan lingkungan, dan menciptakan hubungan simbiosis mutualisme yang menimbulkan harmoni bagi kota. Isu etika kota erat dengan bagaimana seorang baik individu maupun kelompok berinteraksi dengan dunia infrastruktur sosial yang ada di suatu kota baik yang sifatnya abstrak maupun konkret.
Adalah sebuah aturan (law) yang diciptakan guna mengawal esensi etika dalam berkehidupan di kota. Aturan sebagai tindak sanksi atas suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan pada umumnya, dan menimbulkan perbedaan persepsi di masyarakat, haruslah menjadi dasar bagaimana sebuah masyarakat kota yang beretika itu terbentuk. Memang sifat aturan itu menekan dan memaksa, sehingga diharapkan dari tekanan itulah seseorang atau kelompok menjadi sadar. Butuh waktu yang panjang memang, untuk mengkondisikan suatu aturan menjadi sebuah kebiasaan dalam beretika, alih-alih menciptakan kenyamanan bagi kepentingan umum.
Etika dan kota diarahkan sebagai sebuah gambaran bahwa segala sesuatunya memiliki aturan dan dasar yang jelas.
Mengapa traffic light dibuat?
Mengapa zebra cross harus ada?
Mengapa seat belt mobil itu harus dipakai?
Mengapa tempat sampah itu ada di tempat umum?
Mengapa dilarang merokok dalam sebuah gedung atau kendaraan ber-AC?
Mengapa harus antre jalan saat lampu merah?
Mengapa halte bus itu dibuat?
Mengapa kita harus menjaga kebersihan lingkungan umum?
Mengapa tidak boleh berjualan di pedestrian?
Mengapa dan mengapa...
Adalah sebuah jawaban dari mengapa sesuatu diciptakan dan dilakukan, semuanya pasti mengarah pada tujuan yang sifatnya positif. Inilah sebuah dasar bagaimana etika itu diciptakan dan diberlakukan. Namun, kadang maksud dan tujuan dari etika ini diselewengkan dengan alasan terlalu berlebih, memang kepentingan orang yang satu dengan yang lain berbeda, tapi dalam hal beretika dan mentaati aturan umum dalah tugas seluruh masyarakat, tidak mengenal status apapun, karena aturan etika dibuat untuk kepentingan bersama. Baik mobil, motor, sepeda, pegawai, anak sekolah, tukang sapu, pedagang, mereka punya kepentingan tersendiri dalam hal memenuhi kebutuhan mereka, tetapi sangat disayangkan apabila etika terabaikan.